Senin, 03 April 2017

Hukum Perikatan

Hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harushalal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yangsifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telahdisepakati dalam perjanjian.

Dasar Hukum Perikatan

Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
·      Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
·      Perikatan yang timbul dari undang-undang
·   Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
·     Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
·    Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
·   Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.


Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian

1.    Asas kebebasan berkontrak
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1)    Membuat atau tidak membuat perjanjian.
2)    Mengadakan perjanjian dengan siapa pun.
3)    Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.
4)    Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya.
Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti yang diungkap dalam exploitation de homme par l’homme.

2.    Asas Konsesualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan).
Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

3.    Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.

4.    Asas Itikad Baik (Good Faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.
Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

5.    Asas Kepribadian (Personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.

Wanprestasi dan Akibatnya

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ada empat kategori dari wanprestasi, yaitu :
·         Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
·         Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
·         Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
·         Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1.    Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
·   Biaya adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak
·  Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor
·    Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2.    Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
3.     Peralihan resiko
Adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata.

Hapusnya Hukum Perikatan

Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
·         Pembayaran.
·         Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
·         Pembaharuan utang (novasi).
·         Perjumpaan utang atau kompensasi.
·         Percampuran utang (konfusio).
·         Pembebasan utang.
·         Musnahnya barang terutang.
·         Batal/ pembatalan.
·         Berlakunya suatu syarat batal.
·         Lewatnya waktu (daluarsa).

Pembayaran

Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.

Konsignasi

Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.

Novasi

Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
1.    Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut novasi objektif.
2.    Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif pasif).
3.    Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif aktif).

Kompensasi

Yang dimaksud dengan kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur.

Konfusio

Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.

Sumber :


Hukum Perdata

Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia

Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Factor yang mempengaruhinya antara lain :
1. Factor etnis : keanekaragaman adat di Indonesia
2. Factor historia yuridis yang dapat dilihat pada pasal 163, I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
     1. Golongan eropa : hukum perdata dan hukum dagang
     2. Golongna bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) : hukum adat
     3. Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab) : hukum masing-masing

Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan. 

Pengertian Produk Hukum dan Macam-macam Produk hukum

Produk hukum sendiri adalah produk hukum yang ditandatangani hanya oleh satu orang pejabat, sedangkan produk hukum bersama adalah produk hukum yang ditandatangani oleh dua orang pejabat atau lebih. 

Macam-macam produk hukum di Indonesia:

a. Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.
b. Undang-undang Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Materi muatan Undang-Undang adalah mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara.
c. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
d. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
e. Peraturan Presiden Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.
f. Peraturan Daerah Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah (gubernur atau  bupati/walikota). Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

sumber:

Subjek Hukum dan Objek Hukum

Subjek Hukum :

Manusia

Manusia (naturlife persoon) Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya.

Badan Hukum

Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.

Objek Hukum :

Benda Bergerak

Benda bergerak, adalah setiap benda yang bergerak karena:
sifatnya dapat bergerak sendiri, contoh hewan;
dapat dipindahkan, contoh meja dan kursi
bergerak karena penetapan atau ketentuan undang-undang, contoh hak pakai.

Benda Tidak Bergerak

Benda tidak bergerak, adalah setiap benda yang tdak dapat bergerak sendiri atau tidak dapat dipindahkan karena:
sifatnya yang tidak bergerak, contoh tanah dan apa yang terkandung di dalamnya.
menurut tujuannya, setiap benda yang dihubungkan dengan benda yang karena sifatnya tdak bergerak, contoh wastafel di kamar mandi, ubin.
penetapan undang-undang, yaitu hak atas benda tidak bergerak dan kapal yang tonasenya/beratnya 20m3.

Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Jaminan Umum

Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.
Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
1.Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
2.Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.

Jaminan Khusus

Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.

Sumber :


Pengertian Hukum Dan Hukum Ekonomi

Perngertian Hukum

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik daripada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."

Tujuan Hukum

Pada hakekatnya, tujuan hukum adalah manfaat dalam menyalurkan kebahagiaan atau kenikmatan yang besar bagi jumlah yang terbesar. Terkait dengan tujuan hukum maka ada beberapa pendapat para ahli mengenai tujuan hukum yaitu:
1. Tujuan hukum menurut Aristoteles (teori etis) adalah hanyalah untuk mencapai keadilan, yang berarti memberikan sesuatu kepada setiap orang yang telah menjadi haknya. Dikatakan teori etis karena hukumnya berisi tentang kesadaran etis mengenai apa yang tidak adil dan apa yang adil.
2. Tujuan Hukum menurut Jeremy Bentham (teori utilitis ) adalah untuk mencapai kemanfaatan. Berarti hukum untuk menjamin kebagiaan bagi banyak orang atau masyarakat.
3. Tujuan hukum menurut Geny (D.H.M. Meuvissen: 1994) untuk mencapai keadailan dan sebagai komponen keadilan untuk kepentingan daya guna dan kemanfaatan.
4. Tujuan hukum menurut Van Apeldor adalah untuk mengatur pergaulan hidup yang ada dimasyarakat secara damai dengan melindungi segala kepentingan hukum manusia, semisal kemerdekaan jiwa, harta benda, dan kehormatan.
5. Tujuan hukum menurut Prof. Subekti S.H adalah untuk menyelenggarakan ketertiban dan keadilan sebagai syarat untuk mendatangkan kebahagiaan dan kemakmuran.
6. Tujuan hukum menurut Purnadi dan Soerjono Soekanto adalah untuk mencapai kedamaian hidup manusia mencakup ketertiban eksternal antarpribadi dan ketenangan internal pribadi.

Sumber Hukum

Pengertian Sumber Hukum
Sumber hukum yaitu segala sesuatu yang dapat mengaktifkan aturan-aturan yang mempunyai sifat memaksa, yakni apabila melanggarnya akan mengakibatkan timbulnya sanksi tegas.
Macam-macam Sumber Hukum
Sumber hukum dibagi menjadi dua jenis yaitu sumber hukum material dan sumber hukum formal.
1.Sumber hukum material
Yaitu semua aturan, norma atau kaidah yang menjadi sumber dari manusia untuk bersikap dan bertindak. Atau pengertian lainnya dari sumber hukum materi adalah tempat dari manakah material itu diambil. Sebuah keyakinan dan atau perasaan hukum dari seseorang atau individu dan juga pendapat masyarakat yang bisa menentukan isi hukum. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang bisa mempengaruhi pembentukan hukum adalah adanya keyakinan atau perasaan hukum seseorang dan pendapat masyarakat.
2. Sumber hukum formal
Yaitu merupakan sumber hukum yang juga bisa disebut sebagai penerapan dari hukum meterial, sehingga hukum formas bisa berjalan dan ditaati oleh seluruh objek hukum. Macam-macam hukum formal adalah sebagai berikut:
  • Undang-undang, yaitu segala sesuatu aturan yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, yang dijaga oleh pemerintah negara tersebut. Contohnya seperti: UU, PP, Perpu, dan lain sebagainya.
  • Kebiasaan, yaitu segala macam perbuatan yang sama dan dilakukan secara continue sehingga menjadi hal yang umum dilakukan. Contohnya: adat istiadat di daerah yang dilaksanakan dengan cara turun-temurn yang sudah menjadi hukum di daerah tersebut.
  • Yurisprudensi, yaitu segala macam keputusan hakim dari masa lampau atau masa lalu dari suatu perkara yang sama, sehingga dijadikan keputusan oleh para hakim dimasa kini. Seorang hakim dapat membuat suatu putusan sendiri, jikalau perkara yang sedang disidangkan tersebut tidak diatur sama sekali oleh Undang-Undang.
  • Traktat, yaitu segala macam bentuk perjanjian yang dilaksanakan oleh 2 (dua) negara atau lebih. Dan perjanjian tersebut mempunyai sifat yang mengikat bagi antar negara-negara yang terlibat trakat ini, dan otomatis trakat tersebut juga mengikat warga negara dari negara yang bersangkutan.
  • Doktrin, yaitu segala macam pendapat para ahli hukum terkenal yang dijadikan patokan atau asas-asas penting dalam hukum dan penerapannya.

Kodifikasi Hukum

Kodifikasi adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Menurut bentuknya hukum itu dapat dibedakan antara :
1. Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law) yakni hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-perundangan.
2. Hukum tidak tertulis (Unstatutery Law = Unwritten Law ) yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu perundang-undangan (disebut juga hukum kebiasaan). Mengenai hukum tertulis, ada yang telah dikodifikasikan, dan yang belum dikodifikasikan. Jelas bahwa
unsur-unsur kodifikasi ialah
a) Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya hukum perdata)
b) Sistematis
c) Lengkap  Adapun
tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh :
1. Kepastian hukum
- Bersifat mengikat dan berlaku bagi setiap individu
2. Penyerdehanaan hukum
- Simple dan sederhana, tidak bersifat ambigu, mudah dipahami, pasal tidak terlalu banyak, sehingga tidak menimbulkan persepsi yang beragam pula
- Cara penyederhanaan hukum adalah dengan cara mengikuti aturan teknis dalam UU yang bersangkutan, yakni UU no 12 tahun 2011
3. Kesatuan hukum
- Jika suatu hukum membahas tentang suau perkara, maka perkara itu saja yang dibahas, tidak melebar ke perkara yang lainnya
- Contoh : Hukum Bea dan Cukai mengatur peraturan tentang kepabeanan dan cukai saja, sedangkan pajak dan anggaran negara tidak dibahas di dalamnya.

Pengertian Hukum Ekonomi

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.

Sumber: